Di Balik Final Liga Champions 2005, Liverpool Pernah Bangkit
5 min read
Di Balik Final Liga Champions 2005, Liverpool Pernah Bangkit – Cerita Liverpool di ajang Champions League 2004/ 05 merupakan epos sangat indah yang sempat terjalin di dunia sepak bola. Paling tidak, sampai dikala ini.
Momen luar biasa tersebut kita tahu saat ini dengan istilah The Miracle of Istanbul, Keajaiban Istanbul, cocok dengan tempat terbentuknya malam yang magis tersebut. Lalu, semacam apa ekspedisi Liverpool dapat hingga final serta keluar selaku juara pada kompetisi tersebut?
Liverpool 2003/ 04 mengakhiri Premier League dengan terletak di peringkat 4. Itupun wajib diraih dengan sulit payah. Anak asuh Gerard Houllier wajib berebut tiket terakhir mengarah Champions League dengan Newcastle United serta Aston Villa. Apalagi Liverpool baru dapat normal di posisi tersebut mulai minggu ke 36 alias 2 laga saat sebelum liga bubar.
Jarak mereka ke peringkat 3 juga sangat jauh. Liverpool terpaut 15 poin ataupun setara 5 kemenangan dari Manchester United di peringkat 3. Lebih jauh lagi dengan si jawara, Arsenal. The Reds terpaut 30 poin dari klub yang masa tersebut mencapai gelar emas.
Peringkat 4 serta masuk ke Champions League. Gerard Houllier keluar, Rafael Benitez masuk. Juga pada masa itu, Rafa Benitez pula sukses mendaratkan trofi La Liga serta Europa League ke Mestalla.
Walaupun begitu, sesungguhnya masa awal Benitez di Anfield tidak mulus- mulus amat, di luar malam magis yang terjalin di Istanbul. Di Premier League, mereka malah finis di posisi 5, satu tingkatan di dasar tetangganya yang sangat berisik, Everton. Di FA Cup, mereka disingkirkan Burnley. Piala Liga? Mereka kalah di final atas Chelsea.
Cuma Champions League yang menyelamatkan muka Benitez di Inggris buat masa itu. Malahan, trofi penyelamat muka seperti itu yang jadi trofi yang hendak membuat namanya senantiasa dikenang melintasi bermacam era.
Tidak banyak orang ingat, Liverpool mengawali Champions League 2004/ 05 lewat fase kualifikasi ronde ketiga. Kala itu, peringkat 3 serta 4 Premier League memanglah wajib menempuh kualifikasi terlebih dulu saat sebelum dapat mentas di ajang paling tinggi di Eropa. Liverpool mengalami wakil Austria, Grazer AK.
Tergabung di Tim A, Liverpool berjumpa dengan finalis edisi lebih dahulu, AS Monaco, Olympiakos, serta Deportivo La Coruna. Jangan anggap Liverpool hendak lolos ke babak selanjutnya dengan gampang.
Mereka finis selaku runner up. Mencapai 10 poin, sama dengan Olympiakos. Kelainannya, Liverpool menang selisih berhasil dari klub yang kala itu dibela oleh mantan bintang Barcelona, Rivaldo.
Di leg awal mereka menang 3- 1 serta di leg kedua juga sama. Setelah itu, mereka wajib mengalami Juventus di babak 8 besar. Melawan Sang Nyonya Tua, The Reds cuma menang di leg awal 2- 1 serta imbang dengan skor kacamata di Turin.
Di semifinal, regu yang 2 bulan lebih dahulu sukses memupus asa Liverpool di final Piala Liga, Chelsea, telah menunggu buat menaklukkan mereka sekali lagi. Betul saja, laga ini berjalan alot. Pada leg awal, skor kacamata di Stamford Bridge. Sedangkan, leg kedua di Anfield terbentuk suatu momen unik.
Berhasil sematang wayang Liverpool di laga tersebut dicetak lewat metode yang kontroversial. Di dini laga, kala game belum hingga 5 menit, Liverpool melanda. Bola kemelut dari Milan Baros setelah itu disontek oleh Luis Garcia ke gawang serta setelah itu berlari merayakannya, walaupun bola tersebut pula dibersihkan oleh William Gallas.
Apakah bola tersebut telah betul- betul masuk? Tidak terdapat yang ketahui. Yang jelas Wasit memutuskannya selaku berhasil. Dampaknya, momen yang diketahui selaku“ Luis Garcia’ s Ghost Goal” tersebut hendak senantiasa diketahui tiap duel The Reds melawan The Blues.
Itu merupakan berhasil yang jatuh dari langit, dari kursi- kursi Anfield,” ucap Jose Mourinho yang kala itu jadi juru taktik Chelsea, via Sportbible.
AC Milan yang pula menang dramatis melawan PSV Eindhoven hendak jadi lawan The Reds di final. Pada malam hari bertepatan pada 25 Mei 2005 di Ataturk Stadium, Istanbul, keajaiban hendak menampakkan bentuknya.
Apalagi regu Brazil yang memenangkan Piala Dunia 1970 tidak hendak dapat buat melaksanakan comeback sehabis Milan unggul 3- 0, tetapi regu asal Inggris itu meyakinkan kalau keajaiban itu nyata.
Laga tersebut memanglah magis. Gimana dapat Liverpool yang telah sekarat sehabis di babak awal dihajar 3 berhasil tanpa balas dapat keluar selaku juara melawan raksasa sepak bola kala itu, AC Milan?
Memanglah benar Steven Gerrard tetaplah Steven Gerrard, juga Liverpool memperoleh pemuda berbakat Xabi Alonso, tetapi AC Milan memiliki Gattuso, Seedorf, serta Pirlo.
Juga di penyerangan, bila Liverpool mengandalkan pemain yang angin- anginan, Milan Baros serta Harry Kewell, AC Milan memiliki senjata yang lebih beresiko dalam diri Hernan Crespo serta Andriy Shevchenko yang ditopang oleh Kaka. Lini balik? Paolo Maldini, Alessandro Nesta, Jaap Stam, serta Cafu telah lumayan buat membuat orang kurang ingat siapa saja bek Liverpool kala itu.
Benar saja, laga baru diawali, Il Capitano, Paolo Maldini langsung menjebol gawang Jerzy Dudek. Liverpool memanglah bukan tanpa perlawanan, tetapi serbuan balik Rossoneri malah menaikkan keunggulan 2- 0 melalui berhasil Hernan Crespo di menit ke- 39. Buat setelah itu di akhir babak awal brace- nya membuat Liverpool tertinggal 3- 0.
Kami berjalan mengarah ruang ubah di babak awal serta para pemain Milan telah berselebrasi. Kami dapat memandang serta mendengar mereka bernyanyi,” ucap Djimi Traore, bek kiri yang berhasil bunuh dirinya membuat The Reds tersingkir dari Burnley di FA Cup, via Daily Mail.
Dikutip dari These Football Times, Benitez langsung mengganti skemanya dari 4- 4- 1- 1 jadi 3- 5- 2 di babak kedua buat memasukkan Dietmar Hamann serta menyuruhnya melindungi Kaka. Pergantian ini nyatanya berjalan efisien. Liverpool sukses mencetak berhasil melalui kepala Steven Gerrard buat setelah itu tendangan Vladimir Smicer membuat The Reds langsung mengganti skor jadi 3- 2 cuma dalam interval waktu 2 menit saja.
AC Milan yang kelimpungan membuat Liverpool kian di atas angin. Serbuan Liverpool yang terus menjadi membara memforsir Gennaro Gattuso menjatuhkan pemain The Reds di kotak penalti. Rebound dari tepisan penalti Dida masih dapat dimanfaatkan oleh Xabi Alonso buat membandingkan skor 3- 3. Magisnya, seluruh perihal tersebut terjalin cuma dalam waktu dekat 6 menit. Fantastis!
Bermain imbang sampai akhir babak bonus waktu, memforsir mereka bertarung melalui adu penalti. Entah, mental pemain AC Milan yang turun ataupun memanglah nasib baik terletak di pihak Liverpool, 2 algojo awal Rossoneri kandas serta algojo ketiga The Reds pula kandas.
Sehabis kedua regu telah menendang penalti 4 kali, skor penalti menampilkan 3- 2 buat keunggulan Liverpool sehingga penendang penalti kelima AC Milan hendak jadi krusial. Apabila Shevchenko sanggup melaksanakan tugasnya, harapan untuk AC Milan masih terdapat. Tetapi, kenyataan menampilkan kebalikannya.
Tendangannya sukses diselamatkan Jerzy Dudek sehingga The Reds sukses menggondol gelar kelimanya dengan dramatis serta magis. Malam itu betul- betul jadi fakta kalau keajaiban itu nyata. Liverpool bangkit dari sekarat serta keluar selaku juara. Malam itu bukan AC Milan saja yang Liverpool dapat kalahkan, namun pula kemustahilan.