Mengapa Timnas Indonesia Sering Bermain di Gelora Bung Karno?
4 min read
Mengapa Timnas Indonesia Sering Bermain di Gelora Bung Karno? – Timnas senantiasa bermain di Gelora Bung Karno. Sekalipun kala dipakai, mutu rumputnya tidak sama dengan yang terdapat di gambar. Semacam halnya dikala mengalami Australia kemarin, rumput GBK membuat laju bola tidak karuan semacam nasib Gen Z di dalam negara.
Yang jadi persoalan, kenapa daripada stadion- stadion yang lain, Timnas Indonesia lagi serta lagi mengenakan Gelora Bung Karno? Ini ia jawabannya.
Soal Laga Melawan Australia
Supaya tidak berburuk sangka pada PSSI yang kinerjanya sangat baik, kita hendak menelusuri kenapa Gelora Bung Karno kesimpulannya jadi venue di pertandingan mengalami Socceroos. Saat sebelum laga putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia, wacana buat mengenakan stadion tidak hanya GBK mencuat.
Wacana itu timbul sehabis Paus Gereja Katolik ke- 266 berencana mendatangi Jakarta. Serta kabarnya GBK hendak dipakai. Karena 4 hari lebih dahulu, PSSI senantiasa memilah Gelora Bung Karno selaku venue pertandingan.
Salah satu anggota Komite Eksekutif PSSI, Arya Sinulingga berdalih, venue pertandingan antara Indonesia vs Australia terencana dikembalikan ke GBK sebab pengelola GBK membagikan progres bagus soal lapangan. PSSI juga mengajukan GBK ke AFC serta disetujui.
Di waktu yang bertepatan, pihak Australia serta FIFA pula nyatanya lebih dahulu mengumumkan kalau pertandingan hendak diadakan di Gelora Bung Karno. PSSI pula kabarnya telah mengecek kesiapannya. Oleh sebab itu, PSSI percaya betul kalau GBK pantas digunakan.
Kalaupun di pertandingan rumputnya kurang baik, pasti bukan salah PSSI. Mereka telah mengecek. Tetapi pengelola GBK bukan malaikat. Keadaan rumput tidak tertolong. Harusnya buat main bola, malah rumput GBK lebih sesuai dipakai Karapan Sapi. Bukan kita saja yang tidak menebak, PSSI pula kecelik.
Sehabis kecelik hendak mutu rumput, PSSI masih tidak kapok. Mengutip Detiksport, laga melawan raja terakhir Asia serta Arab Saudi kembali hendak diselenggarakan di GBK, pada November 2024 mendatang. Walaupun rumputnya masih sesi perawatan, GBK terdaftar selaku venue pertandingan Indonesia melawan Jepang serta Green Falcons.
GBK Markas Timnas
Sepanjang ini tidak terdapat stadion lain yang sangat kerap jadi rumah regu nasional tidak hanya GBK. Banyak pertandingan hebat diselenggarakan di mari. Dari sekian banyaknya laga Timnas Indonesia, bisa jadi Piala AFF yang sangat membekas di ingatan.
Betapa tidak? Dari fase tim, semifinal, sampai final, Arif Suyono serta kawan- kawan bermain di stadion ini. Senyum, harapan, serta air mata kekecewaan di akhir kompetisi, tumpah ke tiap sofa pemirsa. Kekalahan atas Malaysia merupakan penghinaan.
Tetapi bukan itu yang buat hati penggemar kian remuk, melainkan timbulnya dugaan suap yang menyeret punggawa regu nasional di final tersebut. Walaupun timbul klarifikasi sana- sini, bagaimanapun mengobati hati yang telah rusak semacam memasak di atas tungku tanpa api.
Jalinan Fans Timnas dengan GBK
Banyaknya pertandingan Timnas Indonesia yang dimainkan di GBK melahirkan jalinan antara penggemar serta GBK. Menyanyikan lagu kebangsaan“ Indonesia Raya” di Gelora Bung Karno, rasanya jauh lebih seksual, khidmat, serta khusyuk dibanding menyanyikannya di upacara bendera hari Senin.
Mengutip tulisan Arinal Prasetyo di Pandit Football, jalinan semacam ini dapat diucap topophilia, di mana suporter serta stadion mempunyai ikatan yang seksual. Topophilia jadi semacam afeksi yang mengemas perasaaan penggemar dengan apa yang mereka sebut selaku rumah, demikian kata Pakar Geografi Tiongkok- Amerika, Yi- fu Tuan.
Topophilia dapat menjangkiti siapa saja serta regu mana saja. Perasaan ini tidak mempedulikan apakah keadaan stadion itu baik ataupun kurang baik.
Di laga Australia kemarin Timnas Indonesia bermain di rumput yang kurang baik, suporter, paling utama yang muncul di stadion rasanya hendak merasa begitu sentimentil. Perasaan inilah yang bisa jadi terus mendesak pemilihan GBK selaku venue.
Bukan berarti stadion lain tidak layak. Tetapi dapat jadi bila dimainkan tidak di Gelora Bung Karno, perasaan sentimentilnya terasa sedikit menurun. Walaupun Jens Raven, pemain Timnas Indonesia U- 20, pula telah merasakan emosi suporter kala bermain di Gelora Bung Tomo.
Kapasitas GBK
Salah satu alibi masuk ide mengapa GBK senantiasa diseleksi merupakan soal kapasitasnya. Stadion Utama Gelora Bung Karno saat ini menduduki peringkat 12 stadion dengan kapasitas terbanyak di Asia.
Dikala ini kapasitas GBK merupakan 77 ribu sekian pemirsa. Jumlah kapasitas tersebut membuat GBK lebih besar dari Baku Olympic Stadium yang sempat menggelar final Liga Eropa 2019 di Azerbaijan.
Hendak namun, jumlah kapasitas itu cuma membuat GBK selaku stadion terbanyak kedua di Asia Tenggara. Stadion kebanggaan kita ini kalah dari Stadion Bukit Jalil di Malaysia yang mempunyai kapasitas 85 ribu lebih pasang mata.
Kemarin, kala menggelar laga melawan Australia, PSSI lewat Arya Sinulingga pula telah berkata kalau pemilihan GBK merupakan demi berikan ruang untuk para suporter. Kita ketahui suporter Timnas Indonesia itu banyak sekali. Jadi perlu stadion yang dapat menampungnya.
Jika di Gelora Bung Tomo, kapasitasnya tidak hingga 50 ribu. Patriot Candrabhaga hanya 30 ribu. Pakansari di Cibinong cuma 30 ribu. Jadi, buat pertandingan selevel Kualifikasi Piala Dunia ataupun pertandingan lain yang kemampuan penontonnya besar, mustahil mengenakan stadion- stadion tadi.
Lagi pula, bukankah terus menjadi banyak yang nonton, pemasukan PSSI kian banyak? Mengutip Bola Net, PSSI dapat merup sampai Rp22 miliyar lebih pemasukan dari tiket. Bila pemasukan PSSI kian banyak, kan, timnas kian maju. Ya, tidak? Tetapi mengapa tidak gunakan JIS saja? Bukankah kapasitas JIS lebih besar?
Ikatan PSSI serta Pengelola GBK
Jakarta International Stadium memanglah memiliki kapasitas lebih besar dari GBK, ialah 82 ribu pemirsa. JIS sempat hendak dipakai timnas, tetapi malah diseret ke urusan copras- capres. Sementara itu bukan sebab politik JIS belum jadi opsi venue Timnas Indonesia.
Soal sarana, JIS serta GBK tidak jauh beda. Dari segi sofa, pencahayaan, papan skor, rumput, seluruhnya mencukupi. Kalaupun rumputnya masih tidak layak digunakan, dapat diperbaiki. Tetapi perkaranya, akses JIS itu sulit, tidak semacam GBK.
Tidak hanya gampang diakses oleh suporter, GBK pula gampang diakses oleh regu lawan. Di dekat GBK pula banyak hotel- hotel elegan, semacam Fairmont Hotel yang jadi tempat menginap para pemain Timnas Argentina.
Ikatan PSSI serta pengelola GBK toh telah erat. Pengelola GBK pula ingin memprioritaskan Timnas Indonesia.